Rabu, 30 Mei 2012

Antara Nafsu dan Ilmu


Islam mengajarkan umatnya agar selalu cinta kepada ilmu. Kenapa bukan harta? Karena ilmu adalah satu-satunya alat untuk menggapai segalanya, termasuk harta.
    
Ilmu berasal dari bahasa Arab, alima, ya'lau, ilman, yang artinya pengetahuan. Ilmu merupakan perkara abstrak yang tidak bisa dilihat dengan mata lahir. Ia hanya bisa dirasakan ketika ilmu itu mewujud dalam bentuk perbuatan.
      
Gambaran ilmu yang demikian ini adalah ilmu yang bermanfaat. Menjadi sangat penting karena ilmu dicari bukan untuk dirinya sendiri, tetapi  harus bisa menebar kebaikan kepada orang lain. Pepatah arab mengatakan, "al ilmu bila amalin kassyajari bila samarin". As-Syajar merupakan buah dari ilmu yang mewujud dalam bentuk perbuatan. Menjadi pribadi yang bisa memberi manfaat bagi orang lain, dan berkontribusi positif bagi kehidupan. Untuk memperolehnya seseorang harus mempunya ilmu.
      
Begitulah arti sebuah ilmu. Ia lebih bermanfaat dari pada dunia dan isinya. Karena yang menggerakkan segala isi dunia ini adalah ilmu. Bayangkan, uang tidak akan berarti jika tidak ada nilai nominalnya. Nilai nominal itu ada dikarenakan ilmu yang berbicara. Emas, perak, semua bernilai tinggi dikarenakan ilmu menganggap kedua barang itu langka dan indah sehingga nilai jualnya tinggi.
      
Ilmu menjadi berharga karena sang pemiliknya menghargai. Cara menghargai sebuah ilmu adalah dengan cara mengamalkannya. Ilmu setinggi langit tidak mempunyai arti apabila dibiarkan begitu saja. Ia bahkan jauh lebih bodoh dari pada orang yang bodoh. Padahal ilmu merupakan sesuatu yang membedakan di antara mereka. Andaikan ilmu yang dimiliki itu tidak dilakukan, apalah arti sebuah ilmu itu?
     
Kita bisa melihat banyak orang pintar menjadi susah karena ilmunya. Para koruptor yang dipenjara sebenarnya sudah tahu, mencuri uang rakyat (korupsi) dampaknya begitu besar. Bukan hanya dipenjara, dia juga mendapat sanksi sosial sekaligus dipecat dari pekerjaannya. Akan tetapi kenapa pengetahuan yang sudah diketahui itu tidak dijalankan? Mereka bisa berbuat seperti itu disebabkan ilmu yang mereka miliki tidak dijalankan. Karena kecorobohan itulah ilmu balik menyerang dirinya yang tidak mau menghargai sebuah ilmu.
      
Ilmu memang demikian. Ia seperti pisau bermata dua. Apabila diamalkan, ilmu akan mengangkat derajatnya, baik di dunia maupun di akhirat sebagaimana janji Allah. Sebaliknya, mereka yang tidak menjalankannya, ia akan jadi hina melebihi hinanya binatang.
      
Pada zaman Nabi Musa ada seorang ulama yang mempunyai banyak karamah (keistimewaan). Akan tetapi ulama yang mempunyai banyak karomah itu menjadi hina dan murtad dikarenakan banyak melakukan dosa-dosa besar. Dia bisa menjadi seperti itu dikarenakan nafsu sudah mengalahkan dirinya. Dalam pengaruh nafsu tersebut akhirnya ulama tadi tak bisa mengendalikan dirinya hingga lupalah akan ilmu yang seharusnya membentengi dirinya.
      
Kesalahan manusia yang menjadikan dirinya terjebak dalam lubang kemaksiatan atau kehinaan disebabkan kealpaan akibat dari pengaruh nafsu. Ilmu yang seharusnya bisa mengalahkan nafu, justru berbalik arah. Hal ini dikarenakan nafsu lebih banyak keindahannya. Di balik keindahan itu ternyata tersimpan kehinaan-kehinaan yang menjadikan seseorang merugi akibat melakukannya.
      
Judi, zina, miras, narkoba, korupsi, dilihat dari tampilan luarnya terasa indah. Keindahan dan kenikmatan dunia semua terdapat dalam perbuatan tersebut. Akibat melakukan perbuatan itu, jutaan orang tersiksa dan menjadi hina di dunia. Semua itu disebabkan kealpaan manusia dari pengaruh nafsu setan yang menjanjikan keindahan dan kenikmatan. Oleh kerenanya nafsu bisa dilawan tidak dengan pedang maupun senjata, tapi dengan ilmu.
      
Ilmu adalah cahaya. Ia bisa berarti cahaya saat dalam kegelapan atau cahaya dalam cahaya. Ketika manusia terperangkap dalam lubang nafsu yang menjerumuskan berbuat dosa, ilmu akan menjauhkan dirinya dari pengaruh nafu. Ilmu sebagai penunjuk akan membawa dirinya jauh dari kesesatan. Hal ini bisa terjadi manakala seseorang itu menghargai atas ilmu yang dimilikinya. Jadi seseorang harus berpegang teguh dengan ilmu bahwa berbekal dengan ilmu akan menjauhkan dirinya dari nafsu setan yang selalu menggoda.
      
Memang antara nafsu dengan ilmu selalu berperang. Ilmu bertempat pada akal. Setiap saat nafsu selalu mengajak berbuat yang enak-enak tanpa memandang halal atau haram. Ajakan nafsu untuk berbuat demikian jika tanpa perlawanan ilmu, semuanya akan dituruti. Karena ilmu akan berbicara, perbuatan ini baik, perbuatan itu buruk. Dengan begitu hati akan memilih antara kedua hal itu. Apabila nasu lebih mendominasi, ilmu akan kalah dan ajakan melakukan sesuatu yang enak-enak (dosa) pun terjadi. Sebaliknya, jika jiwa ini bisa dikendalikan oleh ilmu, nafsu akan kalah.
      
Yang jelas lawan nafsu adalah ilmu. Ilmu selalu mengajak melakukan perbuatan yang baik, sedangkan nafsu mengajak berbuat jelek. Tanpa ilmu, nafsu akan selalu mengendalilkan manusia untuk berbuat tidak baik dan jauh dari nilai-nilai keluhuran.

(M. Abdurrahman, Buletin Keluarga Sakinah DPU Daarut Tauhiid edisi 300)

Minggu, 06 Mei 2012

Menepis Anggapan Komunisme


Rabu, 2 Mei 2012 - 13:21 wib
Judul Buku : TAN MALAKA The Leadership Secrets of
Penulis    : Argawi Kandito
Penerbit : ONCOR
Cetakan : Pertama, 2011  
Tebal : xii+124 halaman

Tan Malaka merupakan tokoh yang dikenal tidak mendukung Pancasila. Partai Murba dan karya Madilognya selalu disamakan dengan konsep komunisme. Sebab dalam AD/ART partai Murba tidak tercantum Pancasila sebagai ideologi partai. Sedangkan Madilog juga dituduh tidak mendukung Pancasila dikarenakan tidak menyentuh aspek agama.
  
Buku ini ditulis menggunakan pendekatan matafisik-spiritual, sebuah metode semacam komunikasi dengan mahluk yang hidup di dunia lain (gaib). Melalui pendekatan ini, Argawi Kandito mencoba menampilkan cerita yang berbeda dengan cerita yang ada di buku-buku lain.

Menurut Tan Malaka, Pancasila merupakan jalan menuju kekuasaan. Walaupun kekuasaan banyak diperebutkan orang, Tan Malaka tidak ambisi untuk memilikinya. Dia lebih suka menjadi guru bangsa. Sebab guru bangsa tidak bisa dikudeta dan jasa-jasa nya selalu dikenang sepanjang masa.
  
Tan Malaka beranggapan, tugas guru bangsa adalah menjadi pengontrol para penguasa agar tidak memilih jalur yang salah. Para penguasa harus taat pada rambu-rambu yang tercantum dalam Pancasila. Untuk menjadi sosok guru bangsa itulah, ia harus paham tentang Pancasila. Sehingga Tan Malaka beranggapan bahwa pemikirannya, tidak berseberangan dengan maksud Pancasila. Ia selalu menghormati Pancasila dan selalu menyinergikan pemikirannya dengan Pancasila, walaupun dalam AD/ART Murba tidak tercantum Pancasila.
  
Bagi Tan Malaka, Pancasila merupakan orientasi dari partai Murba. Dengan begitu arus politik yang partai Murba selalu berhaluan dengan esensi Pancasila. Dia menegaskan, Murba tidak sama dengan PKI. Orientasi Murba sejalan dengan Pancasila, bukan komunisme.
  
Madilog sebagai sebuah karya Tan Malaka merupakan pemikiran “jalan tengah” antara materialisme dan idealisme. Materialisme dan idealisme tidak mungkin bisa disatukan dan karenanya akan menciptakan korban salah satu diantara keduanya. Untuk terhindar dari korban itulah, jalan tengah dianggap sebagai alternatif terbebas dari korban.
  
Buah karya itu (Madilog) tidak lepas dari kristalisasi gerakan Blok Barat dan Blok Timur yang saling besitegang pada masa itu. Konflik yang cenderung saling menjatuhkan dan melenyapkan satu sama lain sangat tidak menguntungkan jika bangsa Indonesia turut andil dalam konflik tersebut.  Mereka yang kuat akan muncul sebagai pemenang dan yang kalah menjadi korban.
  
Dengan gaya metode penulisan buku yang agak lain dari yang lain, yang jelas buku ini berupaya memberikan informasi mencerahkan terhadap orang-orang yang sudah menstigma Tan Malaka sebagai sosok anti Pancasila, Komunis. Kebenaran informasi buku ini tergantung persepsi masing-masing pembaca.
Dimuat di Okezone.com

M. Abdurrahman
Pegiat Komunitas Rindu Alas IAIN Walisongo Semarang

Selasa, 03 April 2012

Membaca Gelombang Demonstrasi BBM


Oleh: M. Abdurrahman 

Sejak dari dulu, ketika harga BBM hendak dinaikkan, gelombang sunami demonstrasi selalu saja hadir sebagai wujud penolakan. Peristiwa BBM dan demonstrasi memang berbeda dari yang lainnya. Padahal, kasus korupsi, suap, pencucian uang, mark-up anggaran, dan lain-lain termasuk pula sebagai problem bangsa yang berdampak pada masyarakat. Akan tetapi, peristiwa demonstrasi tidak sebegitu besar ketika masyarakat berdemo BBM. Apa sebabnya?
            Dalam teori ekonomi, ada tiga kebutuhan yang harus dipenuhi manusia. Pertama, kebutuhan primer, seperti makan dan minum tidak bisa dipisahkan dari orang yang masih hidup. Di negara Etiopia, Somalia, dan negara-negara yang miskin, angka ketahanan hidup di negara tersebut cenderung rendah berkisar pada usia 39-an tahun. Pasalnya, mayoritas penduduk negara miskin tersebut tidak mampu mencukupi kebutuhan primer dengan baik. Tentunya ada banyak faktor mengapa bisa seperti itu. Yang jelas kebutuhan primer merupakan yang paling utama dan pokok dari pada kebutuhan-kebutuhan lainnya.
            Keberadaan BBM di dunia ini mirip dengan jantung dalam tubuh manusia. Jika jantung sudah rusak atau sakit, sekujur tubuh kita akan merasa sakit. Mulai dari kepala hingga ujung kaki akan merasakan dampaknya. Dalam konteks ini, jika BBM naik, otomatis harga-harga lain akan ikut mengalami kenaikan. Sebab BBM merupakan kunci dari terselenggaranya kebutuhan pokok manusia.
            Sebagai contoh, bila orang hendak membeli makan di warung, yang perlu diperhatikan adalah dari mana asal makanan itu terbuat. Jika diperhatikan, beras yang dimasak menjadi nasi tidak lantas diproduksi sendiri. Beras berasal dari bulog yang kemudian di jual ke pasar. Di pasar itu, ada pembeli eceran. Disini akan terlihat jelas, bahwa untuk memobilisasi beras dari awal hingga sampai warung membutuhkan energi minyak. Belum lagi jika dimasak menggunakan gas. Apabila BBM naik, seluruh elemen kehidupan manusia akan juga turut naik. Hal ini sudah menjadi hukum alam.
            Yang kedua adalah kebutuhan skunder. Kebutuhan ini tidak begitu vital sebagaimana kebutuhan primer. Kebutuhan ini hanya sebagai pendukung, seperti pakaian dan tempat tinggal. Walaupun begitu, minimal dari terwujudnya kebutuhan skunder tersebut tampak terlihat kesejahteraan hidup. Sebab manusia tidak hanya butuh makan dan minum saja, ada kebutuhan lain untuk mempertahnkan hidup lebih layak sebagaimana kebutuhan ini. Sehingga dampak kenaikan BBM akan turut pula mempengaruhi kenaikan harga kebutuhan skunder.
            Ketiga adalah kebutuhan tersier. Bagi masyarakat menengah ke bawah, pemenuhan kebutuhan primer dan skunder dianggap sudah cukup. Mereka bercermin diri terhadap kapasitas yang mereka miliki ketika menjalani hidup ini. Bagi mereka, kebutuhan tersier dianggap tidak terlalu utama dan pokok. Sebab kebutuhan tersier hanya bagi mereka yang mampu secara finansial.
            Dari sekian ratus juta penduduk Indonesia terdiri dari golongan atas, golongan menengah, dan golongan bawah. Sebagaimana tersebut di atas, bahwa kebutuhan tersier seperti motor, mobil, dan perhiasan kebanyakan diisi golongan atasan dan menengah. Ketiga golongan itu dijuluki dengan rakyat. Ketika BBM naik, tidak ada kamus mengatakan akan kestabilan harga  kebutuhan tersier.
            Sebagaimana di atas tadi, bahwa BBM adalah jantung dari anggota tubuh. Sedangkan ketiga kebutuhan hidup tersebut merupakan bagian dar organ-organ tubuh. Ketika jantung sakit, maka ketiga organ tersebut akan merasakan sakit.
            Analoginya, golongan rakyat yang terdiri dari golongan atas, menengah, dan bawah tidak jauh beda dengan organ tubuh di negeri ini. Sedangkan jantungnya adalah pemerintah yang mengendalikan negara. Jika pemerintah sakit, seperti berbuat korupsi dan menyengsarakan rakyat, maka rakyat dari tiga golongan tersebut turut pula merasakan dampaknya.   
            Oleh sebab itu jika kita perhatikan, ketika BBM naik, golongan masyarakat yang menolak terhadap kenaikan itu tidak hanya dari golongan bawah saja. Justru ketiga golongan tersebut bersatu melakukan penolakan. Sebab, walaupun berbeda level, tetap saja dampak yang ditimbulkan BBM di rasakan bagi semua walaupun skala rasanya sedikit berbeda-beda.
            Kita bisa menyaksikan, ketika ada kasus korupsi besar-besaran misalnya, tidak pernah ada gelombang demonstrasi yang sangat heboh. Berbeda dengan BBM, elemen masyarakat dari yang tua, muda, kaya, miskin, pejabat, pengusaha, dan buruh pun turut andil melakukan demo. Yang lebih tragis lagi, banyak fasilitas umum yang dihancurkan begitu saja. Barangkai, para demonstran paham betul dengan posisi BBM dalam kehidupan ini sebagai jantung kehidupan. Mereka tidak ingin jantung ini dibuat sakit dikarenakan akan merepotkan bagi organ tubuh lainnya.
            Untuk itu, pencegahan lebih baik dari pada mengobati. Sebagai rakyat, mereka tahu apabila BBM naik, seluruh harga-harga akan ikut naik. Sebelum harga BBM naik dan menjalar pada harga-harga lain, rakyat cenderung melakukan pencegahan melalui aksi demonstrasi. Ini dipandang lebih baik dari pada yang dilakukan pemerintah yang lebih memilih mengobati dengan Bantuan Langsung Tunai (BLT) atau Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM).
            Pasalnya, penyakit yang diobati belum tentu cepat sembuh. Sebaliknya, tidak sedikit penyakit yang semakin tambah parah ketika diobati. Sebab itu, tidak ada jaminan bahwa penyakit yang diobati bisa sembuh total. Kalaupun sembuh, terkadang penyakit kambuh lagi. Disini justru semakin menyengsarakan orang yang merasakan sakit.
            Berbeda dengan pencegahan. Ketika tahu bahwa akan ada bahaya atau penyakit menimpa diri kita, tentu yang kita lakukan adalah mengindari atau mencegah bagaimana agar penyakit itu tidak masuk di tubuh kita lebih-lebih menjalar ke sekujur tubuh. Ketika sudah berhasil melakukan pencegahan itulah, tubuh dapat dipastikan bebas total dari penyakit.
            Dari sebab itulah penulis memahami bahwa gelombang demonstrasi besar-besaran menolak kenaikan BBM bisa dilihat dari segi pencergahan masyarakat terhadap dampak yang ditimbulkan. Tidak hanya satu golongan saja yang merasakan dampaknya, ketiga golongan masyarakat tersebut merasakan hal yang sama.      
Penulis adalah Peneliti di IKSAB Center

dimuat di Koran Pagi Wawasan

Jumat, 30 Maret 2012

Pemimpin Berjiwa Rakyat


Oleh: M. Abdurrahman Badri 
Sejak dimulainya kampanye capres dan cawapres pada 12 Juni 2009 lalu, para kandidat mulai melebarkan sayapnya lebih luas dalam berkampanye. Berbagai visi misi mulai bertebaran. Rakyat yang melihat orasi capres cawapres dengan program yang dijanjikan sulit untuk menentukan pilihan yang tepat. Sebab dari sekian kandidat itu semuanya ingin mesejahterakan rakyat jika terpilih. Lantas bagaimana kriteria pemimpin rakyat yang dapat mengentaskan dari keterpurukan?  
Pemimpin adalah tulang punggung rakyat. Jika pemimpin tersebut tidak bisa berbuat banyak (pasif) bagi rakyat, kesejahteraan rakyat sulit terwujud. Yang ada adalah penyelewengan-penyelewengan jabatan. Dampaknya rakyat semakin jauh dari kesejahteraan.
Untuk mengantisipasi hal itu, calon pemilih harus mempunyai kriteria capres cawapres yang peduli dengan rakyat. Mereka yang peduli dengan rakyat tidak sekedar saat kampanye politik saja, tetapi sebelum dan sesudah menjadi presiden, kepedulian pada rakyat tetap saja diprioritaskan. Bagaimanakah bentuk kepedulian pada rakyat?

Pemberantasan Korupsi

Pemberantasan korupsi merupakan serangkaian visi misi yang tak terlewatkan bagi capres dan cawapres. Visi misi ini sangat urgen mengingat negara Indonesia adalah negara yang rentan dengan korupsi, kolusi dan nepotisme. Jika pemberantasan korupsi dijadikan sebagai ajang kampanye, antusiasme rakyat dalam menyambut program ini sangat banyak sekali. Bagi rakyat, pemimpin dapat memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya adalah pemimpin berjiwa kesatria. Karena koruptor yang mencuri uang negara adalah penjahat yang setiap saat selalu bermunculan. Karena itu rakyat menjadi puas dengan kembalinya uang yang  telah dicuri koruptor.
Kasus korupsi yang pernah ditangani KPK jumlahnya sangat banyak sekali, baik di tingkat daerah maupun pusat. Tapi jumlah yang tidak sedikit itu, korupsi masih saja merajalela di negeri ini. Hukuman yang dijatuhkan bagi para koruptor tidak dapat membuat jera. Jika salah satu tertangkap, yang lainnya akan muncul menjadi koruptor-koruptor baru. Dalam pandangan mereka, biarpun tertangkap, kehidupan layaknya hidup normal masih dapat mereka rasakan. Sebab hukuman yang mereka terima, biasa-biasa saja alias tidak bisa membuat jera.
Dari sebab itu seorang calon pemimpin negara harus mempunyai ketegasan dalam memberantas korupsi.  Ia tidak boleh lemah dalam menindak para koruptor. Jangan hanya memberantas dan menangkap saja. Hukuman setimpal yang diberikan pada koruptor juga perlu diterapkan. Agar setiap koruptor yang tertangkap merasakan siksaan pedih sehingga orang yang melihat merasa takut untuk melakukan korupsi.
Pemberantasan korupsi telah berjalan lancar. Tapi untuk membuat jera pelaku tidak selancar dalam menangkap koruptor. Cara pemberantasan seperti ini mirip dengan jargonnya orang hutang “gali lubang tutup lubang”. Ini artinya, satu koruptor tertangkap, koruptor-koruptor baru akan bermunculan.
Dalam hal ini kendala dalam pemberantasan korupsi adalah dalam segi sistem hukumnya. Negara kita tidak berani menerapkan hukuman mati atau gantung bagi koruptor. Jika kondisi masih seperti ini, korupsi tidak akan pernah hilang di negara kita
Pemimpin Yang Berperasaan
Kondisi bangsa Indonesia saat ini masih jauh dari sejahtera. Untuk mengentaskan kondisi seperti ini diperlukan seorang pemimpin bangsa yang mempunyai perasaan sebagaimana yang dirasakan oleh rakyat. Negara dapat dikatakan makmur jika rakyatnya hidup sejahtera dan damai. Akan tetapi, kondisi seperti itu masih jauh dari realita bangsa kita. Kemiskinan, pengangguran, PHK dan sebagainya masih banyak terjadi.
Ketika rakyat kesulitan merasakan beban hidup ini karena dampak krisis global, seorang pemimpin harus bisa merasakan sebagaimana yang dirasakan rakyat. Jika mencari uang sulit dikarenakan krisis global dan berdampak pada perusahaan yang gulung tikar, pemimpin harus bisa berhemat dalam pengeluaran anggaran. Sikap seperti ini merupakan bentuk simpatisan dari seorang atasan pada rakyat sipil biasa.  Jangan sampai dia bersukaria di atas penderitaan rakyat dengan menghambur-hamburkan uang untuk keperluan yang tidak penting.
Rakyat sipil yang mencari nafkah di pinggir jalan harus dilindungi. Mereka mempunyai hak untuk mencari rizki dimana pun berada, tak terkecuali di jalanan. Jika mereka diusir secara paksa karena membuat pemandangan kota kurang indah, ini sama halnya kolonialisasi hak sipil. Bila hendak mengusir, jaminan ganti rugi berupa tempat dan modal harus diberikan pada rakyat. Bagi rakyat, mencari uang di pinggir jalan sangat sulit. Belum tentu keuntungan yang diperoleh dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari. Tapi yang terjadi sebaliknya, pedagang kaki lima selalu mendapat perlakuan tidak baik dari Satpol PP. Jika mereka merasakan sebagaimana yang dirasakan pedagang kaki lima ketika mencari uang di pinggir jalan, ia tidak  akan tega melihat saudaranya terlantar dalam mencari rizki.
Oleh karenanya, pemimpin ke depan harus berjiwa merakyat.  Ia paham dengan apa yang dirasakan rakyat. Setiap kesulitan-kesulitan yang dirasakan  rakyat selalu diperhatikan. Dengan perhatian itu dia sama halnya mengentaskan keterpurukan rakyat dari kehidupan yang kejam.
Moral Baik
Moral adalah ukuran baik tidaknya seseorang. Ia tidak bisa disamakan dengan materi maupun pengetahuan. Sebab moral merupakan penentu dari kemakmuran suatu negara bagi pemimpin. Jika pemimpin bermoral jelek, seperti korupsi, pelanggaran HAM, berbuat dzalim, negara yang dia pimpin tidak akan mengalami kemajuan, yang terjadi adalah kemiskinan, pengangguran, dan keterpurukan dalam berbagai hal. Oleh karena itu pemimpin yang bermoral baik sangat diperlukan dalam sebuah negara. Di tangan dialah, kemajuan dan kemakmuran negara dapat tercapai.
Nabi pernah bersabda: sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak. Hal ini memberi gambaran bahwa manusia bermoral jelek lebih banyak dari pada bermoral baik. Jadi, moral jelek sebagaimana yang dilakukan para anggota parlemen dan beberapa pemimpin daerah adalah suatu fitrah manusia. Jika dihadapkan dengan sejumlah harta atau kekuasaan, segala cara akan dilakukan. Tapi hal ini jangan sampai dijadikan sebagai justifikasi bahwa korupsi adalah boleh dan sudah ditetapkan tuhan. Oleh karenanya, dalam memilih pemimpin pada 8 Juli nanti, kriteria moral untuk masing-masing kandidat perlu diperhatikan.  Jangan sampai seorang pemimpin negara bermoral jelek, baik dalam segi agama, sosial, maupun negara.
Pintar dan kaya tidak menjamin sebuah negara bisa maju jika tidak didukung dengan moral yang baik. Dengan begitu, moral adalah penentu masa depan Indonesia ke depan. 
dimuat di Koran Sore Wawasan

Mempertanyakan Kembali Makna Kemerdekaan



Oleh : M. Abdurrahman Badri
Sejak bangsa Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945 lalu, banyak makna yang dapat diambil dari peristiwa itu. Arti kemerdekaan perlu dipertanyakan kembali, apakah hanya sebatas bebas dari penjajah, keterpurukan ekonomi, kemiskinan, sosial, pendidikan, infrastruktur, atau yang lainnya.  Menjelang 17 Agustus merupakan moment penting untuk mengevaluasi makna kemerdekaan seperti itu yang banyak diartikan umumnya orang. Dengan begitu, kita sama halnya bercermin diri atas keberhasilan kebebasan dari para penjajah. Dan substansi kemerdekaan pun akan lebih bermakna.
Biasanya semacam seremonial digelar untuk menyambut HUT RI dengan berbagai cara, semisal lomba, selamatan, upacara, atau berbagai hiburan lainnya. Semua itu sudah biasa dilakukan oleh masyarakat sejak dulu dan hingga sekarang pun masih tetap menjadi rangkaian penting untuk mengisi acara kemerdekaan. Hingga berbagai permasalahan bangsa, semacam terorisme, konflik politik, masalah buruknya gizi anak-anak, kemiskinan, rendahnya pendidikan dan pengangguran terlupakan sejenak. Sebab jarang sekali pada saat HUT RI menggelar acara semacam itu di desa-desa maupun kota. Maka tanggal 17 Agustus nanti adalah saatnya moment-moment seperti itu jangan sampai terlupakan di samping dari acara rutin.
Teror Bom
Pada umumnya, teror bom seperti di Bali dan Jakarta yang tepat di JW Marriott dan The Ritz-Carlton merupakan ancaman bagi keamanan Indonesia. Teror yang ditimbulkan bom tersebut membuat orang-orang takut jika berkunjung ke mal, hotel, dan tempat-tempat hiburan lainnya. Padahal Indonesia saat ini sudah lama merdeka dari kekejaman penjajah. Di manakah letak keamanan yang seharusnya dirasakan oleh rakyat?
Ini menjadi pekerjaan rumah (PR) penting bagi kita. Bagi saya, keamanan merupakan suatu hal terpenting dari arti kemerdekaan. Tidak ada kemerdekaan jika kondisi negara kita masih seperti di masa penjajahan yang banyak menebar ketakutan-ketakutan di mana-mana. Seperti palestina, jika mereka mengakui negara itu merdeka, tampaknya sulit untuk menemukan kemerdekaannya. Sebab tidak ada rasa aman dan tentram bagi para penduduk walaupun secara infrastruktur memiliki bengunan baik.
Begitu juga dengan Indonesia. Secara fisik, bangsa kita lebih baik dari zaman dulu. Masyarakat dapat melakukan transaksi ekonomi dengan santai tanpa adanya tekanan dari pihak lain. Akan tetapi kondisi semacam itu tampaknya memasuki kondisi yang mengkhawatirkan. Teror bom masih saja leluasa di berbagai tempat. Mungkin, pada saatnya nanti, stabilitas bangsa akan terganggu seiring keberhasilan menciptakan ketakutan-ketakutan melalui bom yang ditebar para teroris. Dengan begitu kemerdekaan yang dirasakan masyarakat sama halnya kemerdekaan semu yang jauh dari harapan.
Maka pada tanggal 17 Agustus nanti seluruh elemen masyarakat harus bersatu dalam membasmi kekerasan dan ketakutan melawan teroris. Dan tidak ada salahnya bila moment seperti itu menjadi agenda evaluasi diri atas kemerdekaan sesungguhnya.
Kemiskinan
Selain keamanan, kemiskinan merupakan bagian pokok terpenting dari evaluasi arti kemerdekaan sebenarnya. Melihat bahwa bangsa kita masih banyak yang menjadi kuli di negara tetangga dan tidak sedikit pula menjadi korban atas kebiadaban para majikan, maka apakah ini sudah bisa disebut dengan merdeka?. Inilah yang harus kita ketahui bersama.
Kemiskinan dapat juga menjadi penyebab kematian seseorang. Tidak hanya karna kelaparan saja, menjadi buruh di tempat orang termasuk pula salah satu sebab dari kematian atas kemiskinan. Sudah banyak para tenaga kerja Indonesia (TKI) yang mati di negara orang lain. Yang menyedihkan lagi, gaji selama bekerja di tempat majikannya tak diberikan sejak awal bekerja hingga ajal menjemput. Apakah kita tidak membuka mata dengan lebar-lebar betapa penjajahan terhadap kita masih saja terjadi.
Akibat dari peristiwa tersebut itulah martabat kita sebagai bangsa Indonesia terinjak-injak oleh negara lain. Hal ini kelihatannya seperti kasus sepele yang berawal dari kemiskinan yang dialami masyarakat kita. Dengan ini kemerdekaan yang telah kita rasakan bertahun-tahun lamanya ternyata masih jauh dari sejahtera.
Lapangan pekerjaan dalam negeri yang terbatas membuat orang-orang miskin lebih memilih mengadu nasib di luar negeri. Dalam pandangan mereka, kesejahteraan hidup akan mudah diperoleh dengan gaji yang banyak. Dambaan seperti itu bagi setiap orang boleh-boleh saja. Akan tetapi jika dikontekskan dengan keadaan bangsa yang sudah merdeka sejak tahun 1945 lalu sangat ironi. Karena tidak ada jaminan kesejahteraan hidup sejak para nenek terdahulu hingga anak cucu. Oleh karenanya perhatian pemerintah dalam kemiskinan perlu ditingkatkan. Biar makna hakiki kemerdekaan bangsa dari penjajahan bangsa lain baik secara fisik maupun non- fisik dapat dirasakan bagi seluruh rakyat Indonesia.  
dimuat di Koran Sore Wawasan

Merusak Keyakinan Beragama



Oleh: M. Abdurrahman Badri
 Beberapa bulan lalu, saya membaca sebuah ramalan dari pada peramal baik Indonesia, Cina, Brazil, dan sebagainya. Intinya seolah ada kesepakatan di antara para peramal itu bahwa tahun 2012 akan terjadi kiamat. Entah benar atau tidak, yang jelas ramalan yang mereka lakukan sangat mengganggu psikologis saya. Saya beranggapan, dunia setenang ini kok tiba-tiba mau kiamat, apalagi jaraknya sudah dekat lagi. Jelas, ulah para peramal itu sangat membahayakan. Jika tidak disikapi dengan keimanan pada yang maha kuasa, barangkali ramalan mereka dianggap pasti benar. Ini sangat berbahaya.
Melihat ramalan itu, saya teringat dengan nabi Muhammad SAW. Saat dia ditanya tentang kapan munculnya hari kiamat, dia lebih banyak tidak tahu. Katanya yang mengerti kapan munculnya kiamat itu hanya Allah. Tapi, dengan keberanian peramal, apa yang dia lihat dalam alam gaib itu seolah-olah benar. Dengan keyakinan tersebut itulah dia berani mengatakan bahwa tahun 2012 akan terjadi kiamat. Berbeda dengan sang nabi, dia hanya berkata tidak tahu, dan kiamat adalah urusan Tuhan. Oleh karenanya, statement nabi tersebut mengindikasikan bahwa umat Islam diingatkan bahwa tidak ada yang tahu kapan hari kiamat muncul. Jika terpaksa umat Islam percaya dengan sejumlah ramalan kiamat, itu berarti dia sudah tidak percaya dengan nabi. Dengan begitu keimanan mereka sudah lemah siring dengan kepercayaan pada ramalan.
Kiamat merupakan suatu perkara yang abstrak. Keberadaan dan kemunculannya tidak ada yang mengerti kecuali hanya Tuhan. Akan tetapi, dalam Islam sudah digariskan, kiamat akan terjadi manakala di bumi ini sudah tidak ada umat Islam yang menjalankan syari’ah. Yang sering populer di telinga kita, tanda-tanda kiamat adalah munculnya Matahari dari arah barat, munculnya imam Mahdi, Dajjal, Ya’juj Ma’juj, dan lainnya. Semua itu hanya sebagai pertanda bakal munculnya kiamat. Sedangkan sampai saat ini juga, tanda-tanda itu sepertinya belum tampak di sekeliling kita.
Seharusnya, ramalan yang dipublikasikan itu adalah ramalan bencana alam, seperti gempa bumi, tanah longsor, Sunami, bom, kemiskinan, kelaparan, sehingga jika masyarakat umum tahu dapat dijadikan antisipasi agar terhindar dari berbagai macam musibah. Sebab selama ini ramalan BMKG tampaknya tidak banyak dipercayai karena tidak para normal. Sebab masyarakat kita lebih banyak percaya pada peramal. Tapi, kenapa mereka (paranormal) itu tidak pernah mempublikasikan ramalan mengenai bencana dalam jangka dekat? Apakah mereka tidak tahu. Kalau tidak tahu, mengapa kiamat yang notebenenya adalah urusan Tuhan dan perkara besar malah justru banyak diketahui mereka?
Sangat berbahaya memang mempublikasikan ramalan kiamat. Masih ingat beberapa tahun sebelumnya, ada yang meramalkan, tahun sekian, bulan sekian, tanggal sekian, jam sekian, akan terjadi kiamat. Lagi-lagi realita itu ternyata tidak terbukti. Jadi dalam pandangan saya, seorang yang berani mengumumkan kapan terjadinya kiamat, dia sudah berani melebihi keabsolutan Muhammad sebagai nabi sekaligus sudah berani mencoba-coba menjadi wakil Tuhan dalam mempublikasikan pada umat manusia. Padahal, Muhammad SAW. sebagai sang kekasih tidak diberi tahu, apa dukun atau para normal lebih dari sang kekasih?
Sebab itulah, akhir-akhir ini memang banyak bermunculan para normal. Kita bisa melihat di televisi, banyak sekali orang yang mengaku bisa merubah nasib kiat berbekal dengan ramalan yang mereka bisa. Apa yang dikatakan mereka, jika tidak diimbangi dengan dasar-dasar agama tentu akan mengikis keimanan kita.
            Dalam menyikapi fenomena banyak peramal tersebut ternyata eksistensi Tuhan mulai diambil alih. Saya tidak bisa membayangkan, apakah para peramal itu sudah merasa menjadi Tuhan?.
            Mendahului taqdir atau mempercayai manusia yang tiba-tiba bisa merubah nasib manusia dengan ilmunya menurut teologi Islam sudah dianggap kafir. Apalagi yang dilakukan itu dipublikasikan di masyarakat. Tentu orang-orang awam yang tidak paham mengenai tauhid akan mudah percaya dengan yang dikatakan mereka. Dengan kepercayaan tersebut mereka sama halnya menduakan Tuhan sebagai sang pencipta.
            Jadi publikasi ramalan kiamat sangat berbahaya karena dapat memperlemah keimanan manusia. Berbeda dengan konsumsi golongan sendiri seperti yang pernah terjadi di Bandung beberapa tahun lalu. Dengan privatisasi itu, dampak yang ditimbulkan tidak begitu meluas. Lain dengan diumumkan di publik, pastinya madlarat atas publikasi itu lebih besar karena mencakup soal keimanan manusia.  
dimuat di Koran Sore Wawasan