Selasa, 03 April 2012

Membaca Gelombang Demonstrasi BBM


Oleh: M. Abdurrahman 

Sejak dari dulu, ketika harga BBM hendak dinaikkan, gelombang sunami demonstrasi selalu saja hadir sebagai wujud penolakan. Peristiwa BBM dan demonstrasi memang berbeda dari yang lainnya. Padahal, kasus korupsi, suap, pencucian uang, mark-up anggaran, dan lain-lain termasuk pula sebagai problem bangsa yang berdampak pada masyarakat. Akan tetapi, peristiwa demonstrasi tidak sebegitu besar ketika masyarakat berdemo BBM. Apa sebabnya?
            Dalam teori ekonomi, ada tiga kebutuhan yang harus dipenuhi manusia. Pertama, kebutuhan primer, seperti makan dan minum tidak bisa dipisahkan dari orang yang masih hidup. Di negara Etiopia, Somalia, dan negara-negara yang miskin, angka ketahanan hidup di negara tersebut cenderung rendah berkisar pada usia 39-an tahun. Pasalnya, mayoritas penduduk negara miskin tersebut tidak mampu mencukupi kebutuhan primer dengan baik. Tentunya ada banyak faktor mengapa bisa seperti itu. Yang jelas kebutuhan primer merupakan yang paling utama dan pokok dari pada kebutuhan-kebutuhan lainnya.
            Keberadaan BBM di dunia ini mirip dengan jantung dalam tubuh manusia. Jika jantung sudah rusak atau sakit, sekujur tubuh kita akan merasa sakit. Mulai dari kepala hingga ujung kaki akan merasakan dampaknya. Dalam konteks ini, jika BBM naik, otomatis harga-harga lain akan ikut mengalami kenaikan. Sebab BBM merupakan kunci dari terselenggaranya kebutuhan pokok manusia.
            Sebagai contoh, bila orang hendak membeli makan di warung, yang perlu diperhatikan adalah dari mana asal makanan itu terbuat. Jika diperhatikan, beras yang dimasak menjadi nasi tidak lantas diproduksi sendiri. Beras berasal dari bulog yang kemudian di jual ke pasar. Di pasar itu, ada pembeli eceran. Disini akan terlihat jelas, bahwa untuk memobilisasi beras dari awal hingga sampai warung membutuhkan energi minyak. Belum lagi jika dimasak menggunakan gas. Apabila BBM naik, seluruh elemen kehidupan manusia akan juga turut naik. Hal ini sudah menjadi hukum alam.
            Yang kedua adalah kebutuhan skunder. Kebutuhan ini tidak begitu vital sebagaimana kebutuhan primer. Kebutuhan ini hanya sebagai pendukung, seperti pakaian dan tempat tinggal. Walaupun begitu, minimal dari terwujudnya kebutuhan skunder tersebut tampak terlihat kesejahteraan hidup. Sebab manusia tidak hanya butuh makan dan minum saja, ada kebutuhan lain untuk mempertahnkan hidup lebih layak sebagaimana kebutuhan ini. Sehingga dampak kenaikan BBM akan turut pula mempengaruhi kenaikan harga kebutuhan skunder.
            Ketiga adalah kebutuhan tersier. Bagi masyarakat menengah ke bawah, pemenuhan kebutuhan primer dan skunder dianggap sudah cukup. Mereka bercermin diri terhadap kapasitas yang mereka miliki ketika menjalani hidup ini. Bagi mereka, kebutuhan tersier dianggap tidak terlalu utama dan pokok. Sebab kebutuhan tersier hanya bagi mereka yang mampu secara finansial.
            Dari sekian ratus juta penduduk Indonesia terdiri dari golongan atas, golongan menengah, dan golongan bawah. Sebagaimana tersebut di atas, bahwa kebutuhan tersier seperti motor, mobil, dan perhiasan kebanyakan diisi golongan atasan dan menengah. Ketiga golongan itu dijuluki dengan rakyat. Ketika BBM naik, tidak ada kamus mengatakan akan kestabilan harga  kebutuhan tersier.
            Sebagaimana di atas tadi, bahwa BBM adalah jantung dari anggota tubuh. Sedangkan ketiga kebutuhan hidup tersebut merupakan bagian dar organ-organ tubuh. Ketika jantung sakit, maka ketiga organ tersebut akan merasakan sakit.
            Analoginya, golongan rakyat yang terdiri dari golongan atas, menengah, dan bawah tidak jauh beda dengan organ tubuh di negeri ini. Sedangkan jantungnya adalah pemerintah yang mengendalikan negara. Jika pemerintah sakit, seperti berbuat korupsi dan menyengsarakan rakyat, maka rakyat dari tiga golongan tersebut turut pula merasakan dampaknya.   
            Oleh sebab itu jika kita perhatikan, ketika BBM naik, golongan masyarakat yang menolak terhadap kenaikan itu tidak hanya dari golongan bawah saja. Justru ketiga golongan tersebut bersatu melakukan penolakan. Sebab, walaupun berbeda level, tetap saja dampak yang ditimbulkan BBM di rasakan bagi semua walaupun skala rasanya sedikit berbeda-beda.
            Kita bisa menyaksikan, ketika ada kasus korupsi besar-besaran misalnya, tidak pernah ada gelombang demonstrasi yang sangat heboh. Berbeda dengan BBM, elemen masyarakat dari yang tua, muda, kaya, miskin, pejabat, pengusaha, dan buruh pun turut andil melakukan demo. Yang lebih tragis lagi, banyak fasilitas umum yang dihancurkan begitu saja. Barangkai, para demonstran paham betul dengan posisi BBM dalam kehidupan ini sebagai jantung kehidupan. Mereka tidak ingin jantung ini dibuat sakit dikarenakan akan merepotkan bagi organ tubuh lainnya.
            Untuk itu, pencegahan lebih baik dari pada mengobati. Sebagai rakyat, mereka tahu apabila BBM naik, seluruh harga-harga akan ikut naik. Sebelum harga BBM naik dan menjalar pada harga-harga lain, rakyat cenderung melakukan pencegahan melalui aksi demonstrasi. Ini dipandang lebih baik dari pada yang dilakukan pemerintah yang lebih memilih mengobati dengan Bantuan Langsung Tunai (BLT) atau Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM).
            Pasalnya, penyakit yang diobati belum tentu cepat sembuh. Sebaliknya, tidak sedikit penyakit yang semakin tambah parah ketika diobati. Sebab itu, tidak ada jaminan bahwa penyakit yang diobati bisa sembuh total. Kalaupun sembuh, terkadang penyakit kambuh lagi. Disini justru semakin menyengsarakan orang yang merasakan sakit.
            Berbeda dengan pencegahan. Ketika tahu bahwa akan ada bahaya atau penyakit menimpa diri kita, tentu yang kita lakukan adalah mengindari atau mencegah bagaimana agar penyakit itu tidak masuk di tubuh kita lebih-lebih menjalar ke sekujur tubuh. Ketika sudah berhasil melakukan pencegahan itulah, tubuh dapat dipastikan bebas total dari penyakit.
            Dari sebab itulah penulis memahami bahwa gelombang demonstrasi besar-besaran menolak kenaikan BBM bisa dilihat dari segi pencergahan masyarakat terhadap dampak yang ditimbulkan. Tidak hanya satu golongan saja yang merasakan dampaknya, ketiga golongan masyarakat tersebut merasakan hal yang sama.      
Penulis adalah Peneliti di IKSAB Center

dimuat di Koran Pagi Wawasan