Jumat, 30 Maret 2012

Pemimpin Berjiwa Rakyat


Oleh: M. Abdurrahman Badri 
Sejak dimulainya kampanye capres dan cawapres pada 12 Juni 2009 lalu, para kandidat mulai melebarkan sayapnya lebih luas dalam berkampanye. Berbagai visi misi mulai bertebaran. Rakyat yang melihat orasi capres cawapres dengan program yang dijanjikan sulit untuk menentukan pilihan yang tepat. Sebab dari sekian kandidat itu semuanya ingin mesejahterakan rakyat jika terpilih. Lantas bagaimana kriteria pemimpin rakyat yang dapat mengentaskan dari keterpurukan?  
Pemimpin adalah tulang punggung rakyat. Jika pemimpin tersebut tidak bisa berbuat banyak (pasif) bagi rakyat, kesejahteraan rakyat sulit terwujud. Yang ada adalah penyelewengan-penyelewengan jabatan. Dampaknya rakyat semakin jauh dari kesejahteraan.
Untuk mengantisipasi hal itu, calon pemilih harus mempunyai kriteria capres cawapres yang peduli dengan rakyat. Mereka yang peduli dengan rakyat tidak sekedar saat kampanye politik saja, tetapi sebelum dan sesudah menjadi presiden, kepedulian pada rakyat tetap saja diprioritaskan. Bagaimanakah bentuk kepedulian pada rakyat?

Pemberantasan Korupsi

Pemberantasan korupsi merupakan serangkaian visi misi yang tak terlewatkan bagi capres dan cawapres. Visi misi ini sangat urgen mengingat negara Indonesia adalah negara yang rentan dengan korupsi, kolusi dan nepotisme. Jika pemberantasan korupsi dijadikan sebagai ajang kampanye, antusiasme rakyat dalam menyambut program ini sangat banyak sekali. Bagi rakyat, pemimpin dapat memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya adalah pemimpin berjiwa kesatria. Karena koruptor yang mencuri uang negara adalah penjahat yang setiap saat selalu bermunculan. Karena itu rakyat menjadi puas dengan kembalinya uang yang  telah dicuri koruptor.
Kasus korupsi yang pernah ditangani KPK jumlahnya sangat banyak sekali, baik di tingkat daerah maupun pusat. Tapi jumlah yang tidak sedikit itu, korupsi masih saja merajalela di negeri ini. Hukuman yang dijatuhkan bagi para koruptor tidak dapat membuat jera. Jika salah satu tertangkap, yang lainnya akan muncul menjadi koruptor-koruptor baru. Dalam pandangan mereka, biarpun tertangkap, kehidupan layaknya hidup normal masih dapat mereka rasakan. Sebab hukuman yang mereka terima, biasa-biasa saja alias tidak bisa membuat jera.
Dari sebab itu seorang calon pemimpin negara harus mempunyai ketegasan dalam memberantas korupsi.  Ia tidak boleh lemah dalam menindak para koruptor. Jangan hanya memberantas dan menangkap saja. Hukuman setimpal yang diberikan pada koruptor juga perlu diterapkan. Agar setiap koruptor yang tertangkap merasakan siksaan pedih sehingga orang yang melihat merasa takut untuk melakukan korupsi.
Pemberantasan korupsi telah berjalan lancar. Tapi untuk membuat jera pelaku tidak selancar dalam menangkap koruptor. Cara pemberantasan seperti ini mirip dengan jargonnya orang hutang “gali lubang tutup lubang”. Ini artinya, satu koruptor tertangkap, koruptor-koruptor baru akan bermunculan.
Dalam hal ini kendala dalam pemberantasan korupsi adalah dalam segi sistem hukumnya. Negara kita tidak berani menerapkan hukuman mati atau gantung bagi koruptor. Jika kondisi masih seperti ini, korupsi tidak akan pernah hilang di negara kita
Pemimpin Yang Berperasaan
Kondisi bangsa Indonesia saat ini masih jauh dari sejahtera. Untuk mengentaskan kondisi seperti ini diperlukan seorang pemimpin bangsa yang mempunyai perasaan sebagaimana yang dirasakan oleh rakyat. Negara dapat dikatakan makmur jika rakyatnya hidup sejahtera dan damai. Akan tetapi, kondisi seperti itu masih jauh dari realita bangsa kita. Kemiskinan, pengangguran, PHK dan sebagainya masih banyak terjadi.
Ketika rakyat kesulitan merasakan beban hidup ini karena dampak krisis global, seorang pemimpin harus bisa merasakan sebagaimana yang dirasakan rakyat. Jika mencari uang sulit dikarenakan krisis global dan berdampak pada perusahaan yang gulung tikar, pemimpin harus bisa berhemat dalam pengeluaran anggaran. Sikap seperti ini merupakan bentuk simpatisan dari seorang atasan pada rakyat sipil biasa.  Jangan sampai dia bersukaria di atas penderitaan rakyat dengan menghambur-hamburkan uang untuk keperluan yang tidak penting.
Rakyat sipil yang mencari nafkah di pinggir jalan harus dilindungi. Mereka mempunyai hak untuk mencari rizki dimana pun berada, tak terkecuali di jalanan. Jika mereka diusir secara paksa karena membuat pemandangan kota kurang indah, ini sama halnya kolonialisasi hak sipil. Bila hendak mengusir, jaminan ganti rugi berupa tempat dan modal harus diberikan pada rakyat. Bagi rakyat, mencari uang di pinggir jalan sangat sulit. Belum tentu keuntungan yang diperoleh dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari. Tapi yang terjadi sebaliknya, pedagang kaki lima selalu mendapat perlakuan tidak baik dari Satpol PP. Jika mereka merasakan sebagaimana yang dirasakan pedagang kaki lima ketika mencari uang di pinggir jalan, ia tidak  akan tega melihat saudaranya terlantar dalam mencari rizki.
Oleh karenanya, pemimpin ke depan harus berjiwa merakyat.  Ia paham dengan apa yang dirasakan rakyat. Setiap kesulitan-kesulitan yang dirasakan  rakyat selalu diperhatikan. Dengan perhatian itu dia sama halnya mengentaskan keterpurukan rakyat dari kehidupan yang kejam.
Moral Baik
Moral adalah ukuran baik tidaknya seseorang. Ia tidak bisa disamakan dengan materi maupun pengetahuan. Sebab moral merupakan penentu dari kemakmuran suatu negara bagi pemimpin. Jika pemimpin bermoral jelek, seperti korupsi, pelanggaran HAM, berbuat dzalim, negara yang dia pimpin tidak akan mengalami kemajuan, yang terjadi adalah kemiskinan, pengangguran, dan keterpurukan dalam berbagai hal. Oleh karena itu pemimpin yang bermoral baik sangat diperlukan dalam sebuah negara. Di tangan dialah, kemajuan dan kemakmuran negara dapat tercapai.
Nabi pernah bersabda: sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak. Hal ini memberi gambaran bahwa manusia bermoral jelek lebih banyak dari pada bermoral baik. Jadi, moral jelek sebagaimana yang dilakukan para anggota parlemen dan beberapa pemimpin daerah adalah suatu fitrah manusia. Jika dihadapkan dengan sejumlah harta atau kekuasaan, segala cara akan dilakukan. Tapi hal ini jangan sampai dijadikan sebagai justifikasi bahwa korupsi adalah boleh dan sudah ditetapkan tuhan. Oleh karenanya, dalam memilih pemimpin pada 8 Juli nanti, kriteria moral untuk masing-masing kandidat perlu diperhatikan.  Jangan sampai seorang pemimpin negara bermoral jelek, baik dalam segi agama, sosial, maupun negara.
Pintar dan kaya tidak menjamin sebuah negara bisa maju jika tidak didukung dengan moral yang baik. Dengan begitu, moral adalah penentu masa depan Indonesia ke depan. 
dimuat di Koran Sore Wawasan

Mempertanyakan Kembali Makna Kemerdekaan



Oleh : M. Abdurrahman Badri
Sejak bangsa Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945 lalu, banyak makna yang dapat diambil dari peristiwa itu. Arti kemerdekaan perlu dipertanyakan kembali, apakah hanya sebatas bebas dari penjajah, keterpurukan ekonomi, kemiskinan, sosial, pendidikan, infrastruktur, atau yang lainnya.  Menjelang 17 Agustus merupakan moment penting untuk mengevaluasi makna kemerdekaan seperti itu yang banyak diartikan umumnya orang. Dengan begitu, kita sama halnya bercermin diri atas keberhasilan kebebasan dari para penjajah. Dan substansi kemerdekaan pun akan lebih bermakna.
Biasanya semacam seremonial digelar untuk menyambut HUT RI dengan berbagai cara, semisal lomba, selamatan, upacara, atau berbagai hiburan lainnya. Semua itu sudah biasa dilakukan oleh masyarakat sejak dulu dan hingga sekarang pun masih tetap menjadi rangkaian penting untuk mengisi acara kemerdekaan. Hingga berbagai permasalahan bangsa, semacam terorisme, konflik politik, masalah buruknya gizi anak-anak, kemiskinan, rendahnya pendidikan dan pengangguran terlupakan sejenak. Sebab jarang sekali pada saat HUT RI menggelar acara semacam itu di desa-desa maupun kota. Maka tanggal 17 Agustus nanti adalah saatnya moment-moment seperti itu jangan sampai terlupakan di samping dari acara rutin.
Teror Bom
Pada umumnya, teror bom seperti di Bali dan Jakarta yang tepat di JW Marriott dan The Ritz-Carlton merupakan ancaman bagi keamanan Indonesia. Teror yang ditimbulkan bom tersebut membuat orang-orang takut jika berkunjung ke mal, hotel, dan tempat-tempat hiburan lainnya. Padahal Indonesia saat ini sudah lama merdeka dari kekejaman penjajah. Di manakah letak keamanan yang seharusnya dirasakan oleh rakyat?
Ini menjadi pekerjaan rumah (PR) penting bagi kita. Bagi saya, keamanan merupakan suatu hal terpenting dari arti kemerdekaan. Tidak ada kemerdekaan jika kondisi negara kita masih seperti di masa penjajahan yang banyak menebar ketakutan-ketakutan di mana-mana. Seperti palestina, jika mereka mengakui negara itu merdeka, tampaknya sulit untuk menemukan kemerdekaannya. Sebab tidak ada rasa aman dan tentram bagi para penduduk walaupun secara infrastruktur memiliki bengunan baik.
Begitu juga dengan Indonesia. Secara fisik, bangsa kita lebih baik dari zaman dulu. Masyarakat dapat melakukan transaksi ekonomi dengan santai tanpa adanya tekanan dari pihak lain. Akan tetapi kondisi semacam itu tampaknya memasuki kondisi yang mengkhawatirkan. Teror bom masih saja leluasa di berbagai tempat. Mungkin, pada saatnya nanti, stabilitas bangsa akan terganggu seiring keberhasilan menciptakan ketakutan-ketakutan melalui bom yang ditebar para teroris. Dengan begitu kemerdekaan yang dirasakan masyarakat sama halnya kemerdekaan semu yang jauh dari harapan.
Maka pada tanggal 17 Agustus nanti seluruh elemen masyarakat harus bersatu dalam membasmi kekerasan dan ketakutan melawan teroris. Dan tidak ada salahnya bila moment seperti itu menjadi agenda evaluasi diri atas kemerdekaan sesungguhnya.
Kemiskinan
Selain keamanan, kemiskinan merupakan bagian pokok terpenting dari evaluasi arti kemerdekaan sebenarnya. Melihat bahwa bangsa kita masih banyak yang menjadi kuli di negara tetangga dan tidak sedikit pula menjadi korban atas kebiadaban para majikan, maka apakah ini sudah bisa disebut dengan merdeka?. Inilah yang harus kita ketahui bersama.
Kemiskinan dapat juga menjadi penyebab kematian seseorang. Tidak hanya karna kelaparan saja, menjadi buruh di tempat orang termasuk pula salah satu sebab dari kematian atas kemiskinan. Sudah banyak para tenaga kerja Indonesia (TKI) yang mati di negara orang lain. Yang menyedihkan lagi, gaji selama bekerja di tempat majikannya tak diberikan sejak awal bekerja hingga ajal menjemput. Apakah kita tidak membuka mata dengan lebar-lebar betapa penjajahan terhadap kita masih saja terjadi.
Akibat dari peristiwa tersebut itulah martabat kita sebagai bangsa Indonesia terinjak-injak oleh negara lain. Hal ini kelihatannya seperti kasus sepele yang berawal dari kemiskinan yang dialami masyarakat kita. Dengan ini kemerdekaan yang telah kita rasakan bertahun-tahun lamanya ternyata masih jauh dari sejahtera.
Lapangan pekerjaan dalam negeri yang terbatas membuat orang-orang miskin lebih memilih mengadu nasib di luar negeri. Dalam pandangan mereka, kesejahteraan hidup akan mudah diperoleh dengan gaji yang banyak. Dambaan seperti itu bagi setiap orang boleh-boleh saja. Akan tetapi jika dikontekskan dengan keadaan bangsa yang sudah merdeka sejak tahun 1945 lalu sangat ironi. Karena tidak ada jaminan kesejahteraan hidup sejak para nenek terdahulu hingga anak cucu. Oleh karenanya perhatian pemerintah dalam kemiskinan perlu ditingkatkan. Biar makna hakiki kemerdekaan bangsa dari penjajahan bangsa lain baik secara fisik maupun non- fisik dapat dirasakan bagi seluruh rakyat Indonesia.  
dimuat di Koran Sore Wawasan

Merusak Keyakinan Beragama



Oleh: M. Abdurrahman Badri
 Beberapa bulan lalu, saya membaca sebuah ramalan dari pada peramal baik Indonesia, Cina, Brazil, dan sebagainya. Intinya seolah ada kesepakatan di antara para peramal itu bahwa tahun 2012 akan terjadi kiamat. Entah benar atau tidak, yang jelas ramalan yang mereka lakukan sangat mengganggu psikologis saya. Saya beranggapan, dunia setenang ini kok tiba-tiba mau kiamat, apalagi jaraknya sudah dekat lagi. Jelas, ulah para peramal itu sangat membahayakan. Jika tidak disikapi dengan keimanan pada yang maha kuasa, barangkali ramalan mereka dianggap pasti benar. Ini sangat berbahaya.
Melihat ramalan itu, saya teringat dengan nabi Muhammad SAW. Saat dia ditanya tentang kapan munculnya hari kiamat, dia lebih banyak tidak tahu. Katanya yang mengerti kapan munculnya kiamat itu hanya Allah. Tapi, dengan keberanian peramal, apa yang dia lihat dalam alam gaib itu seolah-olah benar. Dengan keyakinan tersebut itulah dia berani mengatakan bahwa tahun 2012 akan terjadi kiamat. Berbeda dengan sang nabi, dia hanya berkata tidak tahu, dan kiamat adalah urusan Tuhan. Oleh karenanya, statement nabi tersebut mengindikasikan bahwa umat Islam diingatkan bahwa tidak ada yang tahu kapan hari kiamat muncul. Jika terpaksa umat Islam percaya dengan sejumlah ramalan kiamat, itu berarti dia sudah tidak percaya dengan nabi. Dengan begitu keimanan mereka sudah lemah siring dengan kepercayaan pada ramalan.
Kiamat merupakan suatu perkara yang abstrak. Keberadaan dan kemunculannya tidak ada yang mengerti kecuali hanya Tuhan. Akan tetapi, dalam Islam sudah digariskan, kiamat akan terjadi manakala di bumi ini sudah tidak ada umat Islam yang menjalankan syari’ah. Yang sering populer di telinga kita, tanda-tanda kiamat adalah munculnya Matahari dari arah barat, munculnya imam Mahdi, Dajjal, Ya’juj Ma’juj, dan lainnya. Semua itu hanya sebagai pertanda bakal munculnya kiamat. Sedangkan sampai saat ini juga, tanda-tanda itu sepertinya belum tampak di sekeliling kita.
Seharusnya, ramalan yang dipublikasikan itu adalah ramalan bencana alam, seperti gempa bumi, tanah longsor, Sunami, bom, kemiskinan, kelaparan, sehingga jika masyarakat umum tahu dapat dijadikan antisipasi agar terhindar dari berbagai macam musibah. Sebab selama ini ramalan BMKG tampaknya tidak banyak dipercayai karena tidak para normal. Sebab masyarakat kita lebih banyak percaya pada peramal. Tapi, kenapa mereka (paranormal) itu tidak pernah mempublikasikan ramalan mengenai bencana dalam jangka dekat? Apakah mereka tidak tahu. Kalau tidak tahu, mengapa kiamat yang notebenenya adalah urusan Tuhan dan perkara besar malah justru banyak diketahui mereka?
Sangat berbahaya memang mempublikasikan ramalan kiamat. Masih ingat beberapa tahun sebelumnya, ada yang meramalkan, tahun sekian, bulan sekian, tanggal sekian, jam sekian, akan terjadi kiamat. Lagi-lagi realita itu ternyata tidak terbukti. Jadi dalam pandangan saya, seorang yang berani mengumumkan kapan terjadinya kiamat, dia sudah berani melebihi keabsolutan Muhammad sebagai nabi sekaligus sudah berani mencoba-coba menjadi wakil Tuhan dalam mempublikasikan pada umat manusia. Padahal, Muhammad SAW. sebagai sang kekasih tidak diberi tahu, apa dukun atau para normal lebih dari sang kekasih?
Sebab itulah, akhir-akhir ini memang banyak bermunculan para normal. Kita bisa melihat di televisi, banyak sekali orang yang mengaku bisa merubah nasib kiat berbekal dengan ramalan yang mereka bisa. Apa yang dikatakan mereka, jika tidak diimbangi dengan dasar-dasar agama tentu akan mengikis keimanan kita.
            Dalam menyikapi fenomena banyak peramal tersebut ternyata eksistensi Tuhan mulai diambil alih. Saya tidak bisa membayangkan, apakah para peramal itu sudah merasa menjadi Tuhan?.
            Mendahului taqdir atau mempercayai manusia yang tiba-tiba bisa merubah nasib manusia dengan ilmunya menurut teologi Islam sudah dianggap kafir. Apalagi yang dilakukan itu dipublikasikan di masyarakat. Tentu orang-orang awam yang tidak paham mengenai tauhid akan mudah percaya dengan yang dikatakan mereka. Dengan kepercayaan tersebut mereka sama halnya menduakan Tuhan sebagai sang pencipta.
            Jadi publikasi ramalan kiamat sangat berbahaya karena dapat memperlemah keimanan manusia. Berbeda dengan konsumsi golongan sendiri seperti yang pernah terjadi di Bandung beberapa tahun lalu. Dengan privatisasi itu, dampak yang ditimbulkan tidak begitu meluas. Lain dengan diumumkan di publik, pastinya madlarat atas publikasi itu lebih besar karena mencakup soal keimanan manusia.  
dimuat di Koran Sore Wawasan


   

Jangan Sampai Nasdem Jadi Partai


Oleh: M. Abdurrahman Badri 


Nasional Demokrat (Nasdem) berdiri pada Senin (1/2/2010) di Istora Senayan Jakarta. Berdirinya ormas tersebut merupakan suatu ekpresi keprihatian tehadap kondisi bangsa yang belum bisa memberi kesejahteraan rakyat. Banyaknya partai politik yang bersaing di negeri ini dianggap masih mementingkan kepentingan golongan mereka sendiri. Rakyat dicampakkan begitu saja tanpa ada keinginan dari partai tertentu untuk memperbaiki nasib mereka kepada lebih baik. Maka ketika merespon realitas tersebut, Surya Paloh mendirikan ormas berguna untuk mengimbangi gerakan politik dari partai yang ada.
            Deklarator Nasdem terdiri dari berbagai unsur dan latar belakang. Antara lain, Anies Baswedan, Sultan Hamengku Buwono X, Syafii Maarif, Khofifah Indarparawansa, Siswono Yudohusodo, Ferry Mursyidan Baldan, Syamsul Mua'rif, Enggar Tyasto Lukito dan Surya Paloh sebagai sebagai pendiri utama. Nama-nama deklator yang memiliki beragam latar belakang tersebut tampak mengukuhkan bahwa Nasdem adalah organisasi masa, bukan partai. Walaupuan muncul berbagai macam dugaan bahwa Nadem adalah embrio partai politik, sejauh ini belum bisa dibuktikan akan kebenarannya.
            Dalam salah satu misi Nasdem tertulis keinginan menata kembali demokrasi melalui partisipasi rakyat dari tingkat lokal hingga terbentuknya solidaritas nasional (melalui jalur partai politik dan non-partai politik), memantapkan reformasi birokrasi sebagai pelayan rakyat dan bukan alat kekuasaan, negara-bangsa dan negara konstitusional yang kuat. Dalam misi itu Nasdem ingin menunjukkan kepada rakyat, bahwa partai politik yang ada saat ini ternyata belum mampu membawa reformasi kepada perubahan sesungguhnya, yaitu kesejahteraan rakyat. Sehingga perlu dimantapkan kembali kepada posisi sebenarnya.
            Sejauh yang tampak saat ini, gelagat Nadem masih tampak layaknya ormas biasa. Ia tidak pernah mengklaim sebagai embrio partai politik yang akan bertarung pada pemilu 2014. Namun dilihat dari misi dan gerakan mereka, banyak elit partai tertentu mengira bahwa Nasdem suatu saat akan jadi partai. Demikian inilah yang mungkin sangat mengusik mereka atas kehadiran Nadem.
            Para pendiri dan pengurus Nasional Demokrat (Nasdem) diminta untuk bersikap jantan dengan mengumumkan secara tegas apakah akan beralih menjadi partai politik atau terus menjadi organisasi masyarakat. Hal ini penting karena Nasdem diam-diam terus menggerogoti jaringan massa partai politik di akar rumput. Desakan ini disampaikan pengamat politik M Qodari, Wakil Sekjen Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuzy, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Marzuki Alie, dan Sekjen DPP Partai Golkar Idrus Marham, di Jakarta.(Suara Karya, 24/6/10). Qodari menilai wajar saja jika sebagian partai politik merasa gerah dengan kehadiran Nasdem. Sebab, meski pendiri dan pengurus Nasdem selalu mengklaim sebagai organisasi1 masyarakat (ormas), namun aktivitasnya mirip partai politik, berbeda sekali jika dibandingkan dengan NU (Nahdlatul Ulama) atau Muhammadiyah.
            Terjadinya kegelasahan petinggi partai di negeri ini merupakan suatu ancaman keberadaan partai politik. Ada yang menduga, apabila Nadem benar-benar embrio pertai politik, itu berarti Nasdem telah mencuri star kampenye dengan jubah ormasnya. Sebab kemungkinan juga Nasdem akan terbentuk menjadi partai dikarenakan pendiri utama, Surya Paloh, adalah sempalan Golkar yang kalah saat mencalonkan diri jadi ketua Golkar. Hal inilah yang perlu diwaspadai.
            Partai sempalan Golkar yang bebarapa tahun lalu ikut dalam pertarungan pemilu rata-rata kemunculannya disebabkan kekecewaan atau ketidak puasan. Partai Hanura dan Gerindra, saat ini jadi lawan Golkar dalam memperebutkan posisi di pemerintahan. Bisa juga dari kekecewaan Surya Paloh pada pemilihan ketua kemarin, dia berinisiatif mendirikan partai sebagai saingan partai asalnya.
            Kemungkinan-kemungkinan beralihnya Nasdem jadi partai politik bisa saja terjadi. Dilihat dari misi dan gerakannya, apa yang dilakukan partai tertentu dilakukan juga oleh Nasdem. Apabila suatu saat Nasdem benar-benar tidak lagi sebagai ormas, tentunya tidak ada perbedaan dengan apa yang dilakukan oleh partai. Yang jelas, tranformasi Nasdem kepada partai akan menghilangkan ciri perjuangan ormas yang cenderung memihak pada rakyat.
Jangan Nodai Dirimu
            Saat ini, persepsi rakyat dengan elit politik tentang Nasdem berlainan. Bila petinggi partai Nasdem dianggap sebagai embrio partai politik, tidak demikian dengan rakyat. Sebab sejauh yang terjadi saat ini, kehadiran Nasdem masih dianggap sebagai jembatan rakyat. Hak-hak rakyat yang dilanggar dan bentuk perilaku ketidakadilan selalu dikumandangkan ketika sang deklarator berpidato.
            Kehadiran Nasdem merupakan angin segar yang mampu memecahkan masalah bangsa. Sampai sekarang, gerilya Nasdem lebih ekstrim dari pada partai politik. Nasdem lebih bersikap aktif dari pada pasif. Rakyat kelas bawah menjadi rujukan penting dalam rangka memberikan kontribusi pergerakan nyata. Kasus korupsi, pelanggaran HAM, pelayanan rakyat yang kurang memuaskan, menjadi kajian utama Nasdem. Seolah dengan hadirnya Nadem di tengah-tengah rakyat tidak jauh beda dengan ratu adil. Sehingga dia dianggap sebagai berkah yang melebihi keberkahan partai lain.
            Kepercayaan rakyat terhadap eksistensi Nasdem sebagai ormas perlu dijaga. Meninggalkan ciri khas ormas akan menyudutkan Nasdem pada  pusat  perhatian. Apa yang dijanjikan dan diucapkan selama menjadi ormas akan menjadi buah bibir yang dianggap sebagai omong kosong. Maka jangan sekali-kali Nasdem berhijrah menjadi partai politik bila legitimasi ormas tetap dipercaya rakyat. Apabila Nasdem tidak mampu menjaga konsistensi dirinya sebagai ormas, itu sama halnya telah menodai diri sendiri. Dengan begitu Nasdem sama saja menipu rakyat dengan jubah ormasnya.          
Dimuat di Koran Sore Wawasan