Jumat, 30 Maret 2012

Mahasiswa Kupu-Kupu dan Aktivis

SEBUTAN mahasiswa ada dua macam, mahasiswa yang sehari-hari kuliah pulang-kuliah kuliah-pulang (kupu-kupu) dan mahasiswa aktivis. Kedua macam mahasiswa itu punya orientasi berbeda selama menjadi mahasiswa. Tidak dimungkiri, orientasi yang berbeda pun menghasilkan output yang berbeda pula.

Mahasiswa kupu-kupu dalam sehari-hari berkutat pada persolan perkuliahan belaka. Mereka tertutup dari dunia luar (organisasi). Kesibukan mereka hanya terbatas pada pelajaran, kuliah, dan kos-kosan. Sedangkan berinteraksi dengan dunia lain, tampak kurang begitu diminati.

Kesibukan yang dipilih mahasiswa kupu-kupu sah-sah saja, tidak ada yang melarang. Sebab, itu adalah pilihan mereka sendiri. Barangkali, orientasi seperti itu hanya untuk mengejar status dan lembaran ijazah. Sedangkan untuk kebutuhan lain, seperti organisasi, sangat tidak menarik di mata mereka.

Pilihan menjadi mahasiswa kupu-kupu tidak selamanya negatif. Waktu luang banyak yang mereka miliki sebenarnya sangat bermanfaat jika digunakan untuk hal-hal yang baik. Mereka bisa belajar materi kuliah dengan waktu yang lebih dikarenakan tidak memiliki kesibukan lain. Hal ini berbeda dengan mahasiswa aktivis, yang lebih banyak sibuk dengan organisasi. Sehingga jika dikalkulasi, kelonggaran waktu mahasiswa kupu-kupu dengan aktivis jelas tidak sepadan.

Namun, realitanya, mahasiswa kupu-kupu justru tidak cakap dalam mengelola waktu. Banyak waktu mereka menganggur sia-sia. Seperti nonton televisi, bermain game, jalan-jalan, jagongan, merokok, dan sederet kegiatan tanpa ada manfaat lainnya. Padahal, kalau mereka pandai mengelola waktu, banyak sekali manfaat yang didapat. Setidaknya waktu luang yang cukup banyak itu dapat dimanfaatkan untuk membaca buku, menulis, atau diskusi dengan teman-teman. Dengan begitu mereka akan mendapat tambahan wawasan lebih.

Waktu luang yang tidak bermanfaat tersebut jelas akan menjadi bumerang bagi mereka sendiri. Mahasiswa kupu-kupu mendapat pelajaran dari perkuliahan saja, mereka tidak tahu dunia luar  selain kuliah. Ironisnya, pelajaran yang diperoleh skalanya tidak seberapa. Mereka hanya tahu nama mata kuliah, teman, dan dosen yang mengajar. Sedangkan untuk penguasaan materi belum bisa diandalkan.

Berbeda dengan mahasiwa aktivis. Mereka yang masuk ke dalam aktivis pers mahasiswa (Persma), misalnya, akan mendapat ilmu yang tidak didapat dari kuliah. Kesibukan mereka tidak hanya kuliah, namun jauh lebih luas. Ilmu kepemimpinan, kurikulum organisasi, seni mengatur orang lain, jaringan luas, banyak teman, wawasan luas, dan sebagainya merupakan buah dari ikut serta dalam organisasi.

Orientasi para aktivis bukan semata-mata mencari nilai dan lembaran ijazah belaka, namun lebih dari itu. Mereka menganggap, kesempatan menjadi mahasiwa adalah kesempatan untuk menjelajahi dunia. Sehingga bila kuliah hanya disibukkan dengan dunia perkuliahan saja, sungguh sangat merugikan.

Dari deskripsi di atas, perbedaan dari kedua macam mahasiswa tersebut terletak pada segi orientasinya. Tergantung bagaimana niat seseorang ketika masuk perguruan tinggi. 

M Abdurrahman
Aktivis IKSAB cabang IAIN Walisongo Semarang(//rfa)
Okezone.com

0 komentar:

Posting Komentar