SEBUTAN mahasiswa ada dua macam, mahasiswa yang
sehari-hari kuliah pulang-kuliah kuliah-pulang (kupu-kupu) dan mahasiswa
aktivis. Kedua macam mahasiswa itu punya orientasi berbeda selama
menjadi mahasiswa. Tidak dimungkiri, orientasi yang berbeda pun
menghasilkan output yang berbeda pula.
Mahasiswa
kupu-kupu dalam sehari-hari berkutat pada persolan perkuliahan belaka.
Mereka tertutup dari dunia luar (organisasi). Kesibukan mereka hanya
terbatas pada pelajaran, kuliah, dan kos-kosan. Sedangkan berinteraksi
dengan dunia lain, tampak kurang begitu diminati.
Kesibukan yang
dipilih mahasiswa kupu-kupu sah-sah saja, tidak ada yang melarang.
Sebab, itu adalah pilihan mereka sendiri. Barangkali, orientasi seperti
itu hanya untuk mengejar status dan lembaran ijazah. Sedangkan untuk
kebutuhan lain, seperti organisasi, sangat tidak menarik di mata mereka.
Pilihan menjadi mahasiswa kupu-kupu tidak selamanya negatif.
Waktu luang banyak yang mereka miliki sebenarnya sangat bermanfaat jika
digunakan untuk hal-hal yang baik. Mereka bisa belajar materi kuliah
dengan waktu yang lebih dikarenakan tidak memiliki kesibukan lain. Hal
ini berbeda dengan mahasiswa aktivis, yang lebih banyak sibuk dengan
organisasi. Sehingga jika dikalkulasi, kelonggaran waktu mahasiswa
kupu-kupu dengan aktivis jelas tidak sepadan.
Namun, realitanya,
mahasiswa kupu-kupu justru tidak cakap dalam mengelola waktu. Banyak
waktu mereka menganggur sia-sia. Seperti nonton televisi, bermain game,
jalan-jalan, jagongan, merokok, dan sederet kegiatan tanpa ada manfaat
lainnya. Padahal, kalau mereka pandai mengelola waktu, banyak sekali
manfaat yang didapat. Setidaknya waktu luang yang cukup banyak itu dapat
dimanfaatkan untuk membaca buku, menulis, atau diskusi dengan
teman-teman. Dengan begitu mereka akan mendapat tambahan wawasan lebih.
Waktu
luang yang tidak bermanfaat tersebut jelas akan menjadi bumerang bagi
mereka sendiri. Mahasiswa kupu-kupu mendapat pelajaran dari perkuliahan
saja, mereka tidak tahu dunia luar selain kuliah. Ironisnya, pelajaran
yang diperoleh skalanya tidak seberapa. Mereka hanya tahu nama mata
kuliah, teman, dan dosen yang mengajar. Sedangkan untuk penguasaan
materi belum bisa diandalkan.
Berbeda dengan mahasiwa aktivis.
Mereka yang masuk ke dalam aktivis pers mahasiswa (Persma), misalnya,
akan mendapat ilmu yang tidak didapat dari kuliah. Kesibukan mereka
tidak hanya kuliah, namun jauh lebih luas. Ilmu kepemimpinan, kurikulum
organisasi, seni mengatur orang lain, jaringan luas, banyak teman,
wawasan luas, dan sebagainya merupakan buah dari ikut serta dalam
organisasi.
Orientasi para aktivis bukan semata-mata mencari
nilai dan lembaran ijazah belaka, namun lebih dari itu. Mereka
menganggap, kesempatan menjadi mahasiwa adalah kesempatan untuk
menjelajahi dunia. Sehingga bila kuliah hanya disibukkan dengan dunia
perkuliahan saja, sungguh sangat merugikan.
Dari deskripsi di
atas, perbedaan dari kedua macam mahasiswa tersebut terletak pada segi
orientasinya. Tergantung bagaimana niat seseorang ketika masuk perguruan
tinggi.
M Abdurrahman
Aktivis IKSAB cabang IAIN Walisongo Semarang(//rfa)
Okezone.com
0 komentar:
Posting Komentar